DINUS Inside

DINUS Inside merupakan kegiatan pelantikan mahasiswa baru dan pengenalan kampus Universitas Dian Nuswantoro yang WAJIB diikuti oleh setiap mahasiswa baru Universitas Dian Nuswantoro.

DINUS Inside sebelum masa pandemi dilaksanakan secara offline ( tatap muka ) namun di tahun ini terasa spesial, karena diselenggarakan secara daring selama 3 hari melalui Channel Youtube TVKU dan Zoom. Walaupun begitu tidak mengurangi kesakralan kegiatan tahunan ini.

Selain pelantikan Mahasiswa Baru,  DINUS Inside dilaksanakan dalam suasana akademis, humanis, dan komunikatif dengan memperkenalkan lingkungan kehidupan di perguruan tinggi khususnya dilingkungan kampus, memperkenalkan bagian-bagian yang berhubungan dengan kegiatan mahasiswa selama menjadi mahasiswa, memberikan penjelasan tentang prosedur akademik dan administrasi yang ada di kampus, memperkenalkan aktivitas kemahasiswaan, membangun komunikasi aktif antar unsur civitas akademika, menumbuhkan motivasi belajar bagi mahasiswa baru demi tercapainya keberhasilan studi, serta memperkenalkan mahasiswa pada program studi yang dipelajarinya serta prospek kerja dimasa depan.

Mau Login Siadin

Yuk Lebih Teliti Lagi ?

Siadin sabagai sistem informasi akademik Universitas Dian Nuswantoro berfungsi untuk memberikan informasi akademik berupa KRS, Kartu Ujian, KHS, Daftar Nilai, Remidi, Info Keuangan dan masih banyak lagi informasi yang kamu bisa dapatkan. Caranya kamu bisa login Siadin menggunakan NIM dan masukan paswordnya. Nah tapi kamu harus teliti ya waktu mau login, biasanya kalau salah penulisan NIM atau salah penulisan pasword kamu tidak bisa masuk, contohnya seperti di bawah ini :

Apabila ada keterangan dinus.ac.id/student/notmatch menandakan kalau kamu salah penulisan pasword ya, jadi kamu bisa ingat – ingat kembali paswordnya apa atau bisa juga di reset Lin untuk merubah paswordnya.

Namun apabila ada keterangan dinus.ac.id/student/notfound menandakan kalau kamu salah penulisan NIM. Penulisan NIM harus diperhatikan, contoh A15. 2021.00527 ini merupakan penulisan yang salah, karena terdapat spasi. Jadi penulisan NIM yang benar adalah A15.2021.00527 jadi tidak terdapat spasi.

Jadi yuk lebih teliti lagi saat mau login siadin yaa

Jangan panik Dinusian, kalau masih belum bisa login silahkan hubungi ke bantuan@psi.dinus.ac.id dengan memberitahukan kendalanya serta cantumkan nama lengkap serta NIM kamu.

Udinus For A Better Future

Lupa Password Siadin ?

Lupa password bisa terjadi pada semua orang, tentunya ada banyak alasan kenapa seseorang lupa password. Tenang jangan panik, nah khusus “ Lupa Pasword Siadin” tentu kamu bisa pulihkan lagi akun Siadin dengan mengikuti langkah langkah berikut yaitu mengingat kembali password atau membuat password baru dengan melakukan reset password.

Berikut cara mereset password siadin :

  1. Klik SiAdin Activation/Reset Link (Aktivasi/Reset/Lupa Password)
  2. Masukan password baru dan konfirmasi password baru
  3. Klik reset password

( Apabila terjadi “Kode Verifikasi Tidak Ditemukan” maka coba kembali dengan menggunakan jaringan internet yang lain )

  1. Reset Pasword selesai

Mudahkan cara untuk mereset password siadin. Jadi jangan bingung ya kalau terjadi lupa password.

Udinus For A Better Future

Pancasila Bukan Untuk Memecah Belah

Setidaknya di jaman Orde Baru dan rejim sekarang,  Pancasila dikomunikasikan secara eksklusif, membelah antara yang pancasilais dan tidak. Mirisnya, pembelahan demikian justru cenderung diperkenalkan oleh pemegang kekuasaan.

Tak dipungkiri terdapat beberapa kelompok di masyarakat yang sangat kritis terhadap pemerintah atau mungkin Pancasila, tetapi mengganggap mereka sebagai musuh negara sungguh sebuah kekeliruan besar. Sejak pemilu 2014 hingga sekarang, pembelahan di masyarakat terus terjadi seperti tak pernah ada ujungnya. Pemerintah kurang cakap menempatkan Pancasila sebagai pemersatu warga negara.

Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang kini banyak dibahas, merupakan satu dari sekian contoh dari eksklusifitas Pancasila yang justru diinisiasi oleh pihak pemerintah. Akibatnya, terjadi monopoli penafsiran Pancasila oleh yang sedang berkuasa, dan penerapan TWK kepada mereka yang sudah menjadi pegawai menunjukkan dengan jelas fenomena itu. Tes tersebut bukan menyaring untuk mendapatkan aliran yang jernih, tetapi menggunting dan melukai karir pegawai yang memiliki portofolio kinerja bagus.  

Berabad-abad sejarah di berbagai belahan dunia  menunjukkan bahwa pembelahan atas nama ideologi yang sejatinya bermotif kekuasaan itu telah menimbulkan korban kemanusiaan yang sangat memilukan. Menyingkirkan bangsa, kelompok, lawan politik, atau warga negara, dengan menggunakan alasan ideologi merupakan salah satu bentuk radikalisme yang paling keras. Cara inilah yang digunakan oleh para penguasa monarkhi, diktaktor dan bahkan teroris dalam mempertahankan atau memperebutkan pengaruh.

Bila benar TWK dirancang untuk mengeliminasi orang-orang tertentu yang dinilai tidak pancasilais, maka pemegang kekuasaan sedang menggunakan  cara-cara radikal untuk menyelesaikan persoalan bangsa. Alih-alih membasminya,  kekuasaan justru sedang menabur benih-benih radikalisme di tengah masyarakat.

Meski telah terjadi rekonsiliasi 01-02 di dalam pemerintahan sekarang, namun pembelahan di masyarakat terus terjadi dan terkesan terus dipelihara melalui berbagai cara termasuk penyebutan bersifat olok-olok satu sama lain. Politik pembelahan warga negara harus segera dihentikan, demikian pula residu konflik  identitas pasca pemilu harus segera dibersihkan.  

Pemerintah harus segera beralih menggunakan cara pandang baru tentang Pancasila yang inklusif, yaitu yang mempersatukan  seluruh warga negara. Pancasila sebagai dasar negara mengikat seluruh unsur negara sehingga tidak boleh ada unsur manapun yang berhak memberikan stigma  tidak pancasilais kepada siapapun warga negara. Pancasila tidak hanya tentang kebutuhan statis keutuhan (kesatuan) NKRI , tetapi juga kebutuhan dinamis yaitu persatuan bangsa (Indonesia).

Salah satu konsekuensi dari Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah bahwa nilai-nilai Pancasila mengisi substansi seluruh peraturan perundangan. Dengan konsep ini, koherensi perilaku warga negara dengan nilai-nilai Pancasila, akan termanifestasikan secara kongkrit di dalam tindakan taatnya terhadap hukum yang berlaku.

Sebutan tidak pancasilais sungguh tidak tepat disematkan kepada warga negara yang tidak pernah terbukti melakukan pelanggaran hukum di wilayah NKRI, termasuk pelanggaran etika organisasi yang berazaskan Pancasila.  Jika hal ini dipaksakan, seperti misalnya dalam kasus penggunaan TWK, yang terjadi kemudian adalah pemberian stigma hitam secara tidak adil dan tidak beradab kepada warga negara tak berdosa, yang mestinya tidak boleh terjadi di negara yang mengaku berketuhanan.   

Seandainya pantas diucapkan, para pelanggar hukum termasuk para koruptorlah yang sejatinya  lebih “sah” didekati dengan sebutan tidak pancasilais karena mereka telah terbukti melanggar nilai-nilai Pancasila yang terserap di dalam setiap peraturan perundangan. Namun demikian, dambaan akan Pancasila yang mempersatukan memuat pesan bahwa ia tidak menghendaki sebutan tidak pancasilais itu diucapkan, apalagi oleh negara kepada rakyatnya,  bahkan kepada seorang koruptor sekalipun.

Di dalam mengelola negara, sikap pemerintah harus mencerminkan  watak inklusif ibu pertiwi yang asah, asih dan asuh kepada  seluruh anak bangsa. Kalaupun di antara anak itu ada yang nakal, seorang ibu pantas memberi teguran atau hukuman sebagai bentuk pendidikan dan pembinaan sesuai norma yang diyakini.

Nasihat (Jawa) melarang keras perempuan  manapun mengutuk atau melaknat anaknya, meski senakal apapun, dengan sebutan durhaka, sebuah sebutan untuk mereka yang membenci pengandungnya. Mengapa? Stigma durhaka biasanya diucapkan oleh seseorang yang sedang kehilangan akal, sehingga tuduhan demikian  lebih mengukur kondisi jiwa penuduhnya dari pada potensi pelanggaran dari  yang dituduh.  

Hukum diciptakan agar negara dikelola secara adil dan beradab sehingga terhindar dari praktik laknat-melaknat saudara sebangsa setanah air atas nama ideologi negara. Di dalam negara NKRI, Pancasila (yang mempersatukan) tidak memusuhi siapapun warganegara.

Sesuai dengan konsep negara hukum, setiap pelanggaran nilai Pancasila bahkan hingga yang dilakukan oleh para teroris sekalipun, harus bisa diselesaikan sesuai norma dan hukum yang berlaku, tak perlu dikaitkan dengan agama dan ideologi tertentu. Selalu menarik-narik sebuah peristiwa ke dalam bingkai agama dan anti Pancasila, justru bertentangan dengan gerakan moderasi beragama dan berbangsa yang sedang kita mulai.

Apakah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebagai instrumen kekuasaan justru mengembangkan konsep  Pancasila yang semakin eksklusif, tajam dan menakutkan?  Padahal, sejatinya Pancasila itu merupakan  sebuah sistem nilai yang mempersatukan seluruh elemen bangsa yang majemuk ini.

Bentuk Pasif Bahasa Jepang

Akhmad Saifudin

Universitas Dian Nuswantoro

akhmad.saifudin@dsn.dinus.ac.id

Salah satu fenomena yang menarik dalam bahasa Jepang adalah penggunaan bentuk pasif. Tidak seperti dalam bahasa lainnya secara umum yang menggunakan bentuk pasif sebagai alternatif atau pilihan yang dapat saling menggantikan dengan bentuk aktif, dalam bahasa Jepang bentuk pasif digunakan untuk alasan tertentu yang berhubungan dengan budaya masyarakatnya. Dalam budaya Jepang dikenal budaya tidak langsung dalam menyampaikan sesuatu dengan alasan sopan santun. Untuk mengungkapkan sesuatu yang santun (keigo ‘bahasa hormat) salah satunya adalah dengan menggunakan verba pasif.

Jepang juga dikenal sebagai bangsa yang mengutamakan kepentingan kelompok dibandingkan dengan kepentingan diri. Dalam budaya kelompok seperti ini, keberadaan individu relatif melebur dengan kelompoknya. Individu tidak boleh lebih menonjol dibanding kelompoknya. Inilah kenapa bentuk pasif sering digunakan karena tidak menonjolkan subjek atau pelakunya.

Dalam bahasa Jepang, bentuk pasif juga digunakan saat penutur ingin memasukkan emosi ke dalam tuturannya. Bahasa Jepang dikenal sebagai bahasa yang banyak menggunakan predikat psikologis dalam kalimat yang dituturkannya. Penggunaan bentuk pasif dapat menggambarkan atau menyampaikan perasaan tidak senang, terganggu, atau emosi negatif lainnya. Dengan kata lain, penutur bahasa Jepang menggunakan bentuk pasif untuk mendeskripsikan bahwa dia menjadi “korban” atau ketika sesuatu yang buruk telah terjadi atau menimpanya.

Penggunaan bentuk pasif juga menyiratkan adanya perasaan empati terhadap subjek dalam kalimat yang dituturkannya. Inilah yang terkadang membuat terjemahan atau transliterasi dari bahasa lain menjadi terdengar tidak wajar atau alami dalam bahasa Jepang. Misalnya dalam bahasa Indonesia (juga dalam bahasa Inggris) antara tuturan “Ibuku digigit anjing itu” dan “Anjing itu menggigit Ibuku”, secara makna tidak berbeda, yang membedakan adalah strukturnya. Yang pertama struktur pasif dan yang kedua aktif. Dalam bahasa Jepang untuk mengungkapkan hal tersebut hanya digunakan bentuk pasif. Dengan menggunakan bentuk pasif penutur telah menyampaikan perasaannya bahwa ia marah atau tidak suka ibunya digigit anjing itu. Terdapat empati dalam tuturan tersebut, yaitu empati kepada ibunya. Penutur turut merasakan menjadi korban dari anjing itu. Berbeda kasusnya jika yang digigit adalah orang yang tidak dikenal penutur. Karena tidak mengenal orang yang digigit anjing, maka bisa saja ia mengungkapkan dengan bentuk aktif.

Penggunaan lain dari bentuk pasif bahasa Jepang adalah ketika berbicara tentang benda mati. Misalnya dalam tuturan seperti “Jembatan itu dibangun pada tahun 1990 ″ / あ の 橋 は 1990 年 に 造 ら れ た. Dalam tuturan ini, penutur sedang mendeskripsikan sesuatu tentang benda mati. Dalam hal seperti ini penggunaan bentuk pasif relatif sama dengan bahasa lain seperti bahasa Indonesia maupun Inggris.

Pola Kalimat Pasif

Subject/speaker + は/が + action doer + (ni) + passive form verb.

Subjek/Penutur + wa/ga + Pelaku + ni + Verba bentuk pasif

Konjugasi Verba Bentuk Pasif

Verba Kelompok I

Verba Kelompok II

Verba III

Jenis Kalimat Pasif Bahasa Jepang

1. Kalimat Pasif Langsung.

Kalimat pasif yang dapat diubah ke atau dibentuk dari kalimat aktif dan akibat dari perbuatan pelaku mengenai langsung pada subjeknya.

Contoh:

  • Watashi wa sensei ni shikarareta.

Saya-TOP guru-DAT marah-PASS-PST

‘Saya dimarahi (oleh) guru.’

  • Ken ga keisatsu ni tsukamaerareta.

Ken-NOM polisi-DAT tangkap-PASS-PAST

‘Ken ditangkap oleh polisi.’

  • Ken ga Naomi ni kao wo tatakareta.

Ken-NOM Naomi-DAT wajah-ACC pukul-PASS-PST

‘Ken dipukul wajahnya oleh Naomi.’

2. Kalimat Pasif Tak Langsung.

Kalimat pasif jenis ini tidak dapat diubah ke atau dibentuk dari kalimat aktif. Subjek tidak terkena langsung perbuatan pelaku, tetapi merasakan dampak dari perbuatan pelaku.

Contoh:

  • Watashi wa neko ni okashi wo taberareta.

Saya-TOP kucing-DAT kue-ACC makan-PASS-PST

‘Saya kesal karena kuenya dimakan kucing.’

  • Watashi wa ame ni furareta.

Saya-TOP hujan-DAT turun-PASS-PST

‘Saya kehujanan.’ (saya menderita karena basah dan kedinginan)

  • Tanaka ga tsuma ni nigerareta.

Tanaka-NOM istri-DAT melarikan diri-PASS-PST

‘Tanaka ditinggal istrinya.’ (saya ikut merasakan perasaan Tanaka)

3. Kalimat pasif untuk deskripsi benda mati

Pola yang digunakan dalam kalimat pasif jenis ini adalah:

a.    Benda + wa + Pelaku + ni yotte + Verba bentuk pasif

  • Insutanto-ramen wa 1958-nen no Nihon no Ando Momofuku ni yotte hatsumesareta.

Mie instan-TOP tahun 1958-GEN Jepang-GEN Ando Momofuku oleh menciptakan-PASS-PAST

‘Mie instan diciptakan oleh Ando Momofuku dari Jepang pada tahun 1958.’

(verba lain misalnya hakkensareru, tsukurareru, kakareru, dll.)

b.   Benda + wa + Bahan +kara/de + Verba bentuk pasif

  • Toofu wa daizu kara tsukurareru.

Tahu-TOP kedelai-dari membuat-PASS

‘Tahu dibuat dari kedelai.’

  • Hon wa kami de tsukurareru.

Buku-TOP kertas dari membuat-PASS

‘Buku dibuat dari kertas.’

            Kara digunakan jika bentuk asal/bahannya sudah tidak nampak lagi (berubah total) dan de digunakan jika bentuk asli bahannya masih nampak.

c.    Benda + wa + keterangan + ni + Verba bentuk pasif

Bentuk ini digunakan pada situasi ketika pelaku tidak dapat diidentifikasi.

  • Monas wa 1975 nen ni taterareta.

Monas-TOP tahun 1975-pada membangun-PASS-PST

‘Monas dibangun pada tahun 1975.’

Keterangan:

  • ACC: accusative
  • COP: copula
  • DAT: dative
  • FUT: future tense
  • GEN: genitive
  • NOM: nominative
  • PASS: passive
  • PST: past tense
  • TOP: topic

Referensi

Kuno, S. (1973). The Structure of the Japanese Language. MIT Press.

Saifudin, A. (2019). Deiksis Bahasa Jepang dalam Studi Linguistik Pragmatik. Japanese Research on Linguistics, Literature, and Culture, 2(1), 16–35. https://doi.org/10.33633/jr.v2i1.3348

Shibatani, M. (1990). The languages of Japan. Cambridge: Cambridge University Press.

Tsujimura, N. (2014). An Introduction to Japanese Linguistics (Third). Blackwell Publising.

Kata Bantu (Joshi) To dalam Bahasa Jepang

Akhmad Saifudin

Universitas Dian Nuswantoro, Semarang

akhmad.saifudin@dsn.dinus.ac.id

Kata bantu to mempunyai fungsi dan makna yang bervariasi, di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Menghubungkan dua atau lebih kata benda. Hanya digunakan untuk menghubungkan dua kata benda (atau pronominal), tidak dapat digunakan untuk menghubungkan frasa atau klausa. Dalam bahasa Indonesia sepadan dengan “dan”.

Contoh:

(a) りんごバナナがすきです。

Ringo to banana ga suki desu.

Apel dan pisang NOM suka COP.

‘Saya menyukai buah apel dan pisang.’

(b) えいごにほんごをはなします。

Eigo to nihongo wo hanashimasu.

Bahasa Inggris dan bahasa Jepang ACC. Berbicara

‘Saya berbicara bahasa Inggris dan bahasa Jepang.’

2. Membandingkan dua kata benda yang kontras. Digunakan untuk membandingkan (kontras) antara dua kata benda. Dalam bahasa Indonesia juga sepadan dengan “dan”.

Contoh:

(c) りんごバナナはどちらがすきですか。

Ringo to banana wa dochira ga suki desu ka.

Apel dan pisang TOP yang mana NOM suka COP Q.

‘Antara apel dan pisang yang mana yang lebih Anda sukai?’

(d) 漢字かたかなはどちらが難しいですか。

Kanji dan Katakana TOP yang mana NOM suka COP Q.

‘Antara aksara Kanji dan Katakana mana yang lebih susah?’

3. Mengindikasikan suatu kegiatan yang dilakukan bersama (Accompaniment). Dalam bahasa Indonesia sepadan dengan “bersama, dengan”.

Contoh:

(e) 友達映画に行った。

Tomodachi to eiga ni itta.

Teman dengan film ke pergi PST.

‘Saya pergi ke bioskop bersama teman.’

(f) 来月みちこ結婚する。

Raigetsu Michiko to kekkonsuru.

Bulan depan Michiko dengan menikah.

‘Saya akan menikah dengan Michiko bulan depan.’

4. Mengindikasikan hasil perubahan atau konversi. Biasanya digunakan dalam bentuk frasa -to naru (~となる). Hasil perubahan dalam bentuk -to naru bukan atas kemauan pembicara, namun terjadi secara alami atau diputuskan oleh pihak/orang lain. Dalam bahasa lisan lebih banyak digunakan bentuk -ni naru dari pada -to naru, meskipun mempunyai arti yang relatif sama.

Contoh:

(g) 彼は役者なった。

Kare wa yakusha to natta.

Dia (lk) TOP aktor COND menjadi PST.

‘Dia menjadi aktor.’

(h) 本日は雨のため、イベントは中止なる。

Hari ini TOP hujan karena, acara TOP batal COND menjadi.

‘Acara diputuskan batal, karena hari ini hujan.’

5. Menunjukkan sesuatu yang dikutip. Digunakan sebelum verba -iu(~言う), -omou(~思う)-kiku (~聞く, dll.

(i) 彼は明日来るいった。

Kare wa ashita kuru to itta.

Dia (lk) TOP besok datang QUOT berkata PST

‘Dia berkata, “besok akan datang.”’

(j) 来年日本に行こう思っている。

Tahun depan Jepang ke pergi FUT QUOT berpikir AUX (sedang)

‘Saya berpikir, “tahun depan akan pergi ke Jepang.”’

6. Digunakan dalam kalimat bersyarat.  Ditempatkan setelah verba atau ajektiva untuk membuat kalimat pengandaian/bersyarat. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan: segera setelah, ketika, jika, kalau, dll. 

(k) 仕事が終わるすぐうちに帰った。

Shigoto ga owaru to sugu uchi ni kaetta.

Pekerjaan NOM selesai COND segera rumah ke pulang PST.

Jika pekerjaan telah selesai, segera pulang ke rumah.’

(l) あの店に行くおいしいすしが食べられる。

Ano mise ni iku to oishii sushi ga taberareru.

DEM toko ke pergi COND enak sushi NOM makan dapat

Jika pergi ke toko itu, Kamu akan dapat makan sushi yang enak.’

7. Digunakan setelah adverbia onomatopoeia.

(m) 星がきらきら輝いている。

Hoshi ga kirakira to kagayataiteiru.

Bintang NOM berkilau bersinar AUX

‘Bintang-bintang bersinar kemilauan.’

(n) 犬がワンワン吠えている。

Inu ga wan-wan to hoeteiru.

Anjing NOM guk guk menyalak.

‘Anjing menyalak “guk-guk”.’

Referensi

Abe, Namiko. (2021, February 16). Japanese Particle: To. Retrieved from https://www.thoughtco.com/japanese-particle-to-4077331

Kikuchi, N. (2008). On resultative markers “ni” and “to”. Ibaraki: University of Tsukuba.

Sakuma,  H.  (2013). 「~ni  naru」to「~to  naru」no  tsukaiwake:  ankeeto  chousa  ni  motodzuku  shisatsu. Yamaguchi: Yamaguchi University.

Keterangan:

  • ACC: accusative
  • AUX: auxiliary verb
  • COND: conditional
  • COP: copula
  • DEM: demonstrative
  • FUT: future tense
  • NOM: nominative
  • PST: past tense
  • Q: question particle
  • QUOT: quotative
  • TOP: topic

Liburan #DirumahAja? Yuk manfaatkan waktumu untuk asah kemampuan

Hallo Dinusian!!
Apa yang biasa dilakukan ketika liburan ? Mungkin Dinusian akan menjawab jalan jalan pergi ke tempat wisata, kulineran dan lain sebagainya. Tapi saat ini kita tetap dihimbau untuk #DiRumahAja untuk memutus penyebaran virus Corona. Jangan sedih dulu! Meskipun di rumah aja, kamu tetap bisa memiliki hari yang menyenangkan. Bagaimana caranya? Coba hal baru dan tingkatkan skill kamu seperti berikut ini ya Dinusian !

  1. Memasak
    Di tengah pandemi, daya tahan tubuh kita harus terus dijaga ya Dinusian! Salah satunya dengan memastikan asupan yang kita konsumsi bersih dan bergizi. Nah cobalah belajar memasak untuk memastikan asupan yang kamu konsumsi bergizi yaaa, selain itu saat ini banyak juga hlo peluang bisnis di bidang kuliner. Konten-konten seputar resep masakanpun kini sudah sangat mudah dijumpai baik di internet dan sosial media. Cobain yukk!!
  2. Editing dan Desain
    Libur dan #Dirumahaja tampaknya memang waktu yang sangat tepat untuk belajar editing dan desain, selain tersediannya banyak waktu luang, di tengah pandemi ini skill editing foto, video, maupun audio semakin dibutuhkan untuk segala keperluan seperti pembuatan vlog, materi ajar, poster, podcast dan lain sebagainya. Nah kamu bisa memanfaatkan peluang tersebut dengan terus mengasah skill editing dan desainmu. Tak perlu kawatir kini banyak sekali kelas online untuk mempelajari dan mengasah skill tersebut.
  3. Berbahasa Asing
    Saat ini kemampuan berbahasa asing semakin penting dan semakin menyenangkan untuk dipelajari. Dengan mempelajari bahasa aing kita bisa sekaligus mempelajari budaya Negara tersebut dan mengetahui informasi menarik di dalamnya. Jika kamu suka menonton film berbahasa asing kamu bisa memanfaatkan kegiatan tersebut untuk melatih kemampuan berbahasamu.
    Apalagi saat ini, kamu bisa belajar bahasa asing dengan mudah karena banyaknya situs belajar online dan aplikasi bahasa yang mudah diunduh. Nah tunggu apa lagi? Manfaatkan waktu luangmu untuk mempelajari bahasa asing yaa
  4. Social Media
    Hayooo siapa nih yang hobby scroll scroll instagram aja, mulai sekarang jangan hanya scroll yaa!! Yuk belajar memanfaatkan social media dengan baik. Tau gak sih? Kini social media adalah element yang penting bagi perusahaan, karena dengan social media dapat membranding suartu perusahaan. Bagaimana cara belajarnya ? kamu bisa mengikuti kelas online yang kini banyak disediakan. Jadi, mulai sekarang cobalah untuk menggunakan social media tidak sekadar untuk eksis, tetapi juga untuk berlatih branding dan pengelolaan digital marketing.

Nah itu dia kegiatan yang bisa kamu lakukan ketika Liburan di Rumah, jangan lupa dicoba untuk liburan selanjutnya yaa!

Gelar Doktor HC Untuk Siapa?

Gelar doktor Honoris Causa (HC)  diciptakan oleh sifat rendah hati dan pengakuan insan kampus bahwa ilmu pengetahuan bisa tumbuh di luar dirinya. Kampus tidak patut melakukan pengujian kepada si penerima gelar, karena perbuatan dan prestasi yang bersangkutan tanpa ragu sudah teruji dan terkenal di masyarakat.

Penganugerahan gelar merupakan puncak acara mempromosikan perbuatan atau prestasi doktor yang telah dilahirkan oleh masyarakat. Siapapun tokohnya, penganugerahan doktor HC itu hakekatnya memberikan penghormatan kepada masyarakat terutama atas kontribusi pengembangan nilai dan ilmu pengetahuan yang memiliki dampak positif. Bila kemudian ternyata menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat yang demikian luas, maka pemberian gelar doktor tersebut otomatis batal, tidak sah.

Apakah yang salah ketika sebuah kampus otonom memberi gelar doktor kepada pelaku korupsi? Apalagi disebut-sebut pemberian gelar tersebut sudah sesuai dengan peraturan kementerian. Mengapa masyarakat jadi gaduh?

Doktor HC sejatinya bukan untuk perguruan tinggi atau kementerian, tetapi untuk masyarakat. Penjelasan rektor bahwa pemberian gelar tersebut sudah sesuai peraturan menunjukkan bahwa kampus menggunakaan kacamata kuda dengan menempatkan  hukum administrasi sebagai panglima, sementara  etika dan nilai moral yang dijunjung tinggi masyarakat justru tidak mendapat tempat.

Rakyat hari ini bukan hanya anti korupsi, tetapi sudah pada tingkat gemas dan geram terhadap perilaku korupsi dari pada pejabat negara yang tak pernah mengenal kapok. Kemarahan tersulut ketika masyarakat tidak mengenali prestasi apapun dari si penerima gelar kecuali rekam jejaknya yang hebat sebagai pelaku korupsi yang memang sudah sangat terkenal. Menghadiahi gelar doktor kepada seseorang yang telah teruji sebagai pelaku korupsi, merupakan bentuk kepongahan perguruan tinggi mempromosikan kembali perbuatan korupsi yang saat ini sedang diperangi bersama.

Pengalungan medali kepada pelaku korupsi terbukti dilakukan secara terstruktur,  mulai dari prodi, fakultas, senat dan universitas. Secara keseluruhan lembaga ini sudah dibutakan dan ditulikan sehingga tidak mampu melihat dan mendengar perasaan rakyat banyak.  Perguruan tinggi ini sudah harus segera diselamatakan karena seluruh penduduknya sudah tidak mampu membedakan baik dan buruk.

Bisa jadi gelar doktor abal-abal demikian sudah menjadi fenomena umum yang terjadi di perguruan tinggi kita saat ini. Tak sepatahpun terdengar suara dari Forum Rektor (FR), sebuah forum yang didirikan 23 tahun yang lalu di Bandung sebagai penggerak kekuatan moral. Yang terbaca oleh awam pada hari pengenugerahan gelar justru ucapan selamat yang mengalir dari para kolega rektor yang tergabung pada FR.

Meski mungkin ucapan selamat demikian hanya sebagai basa-basi pergaulan, namun masyarakat membacanya sebagai perjanjian adat dari para elit kampus untuk saling melindungi dan tidak saling mengganggu. Tunggal guru aja ngganggu.

Forum yang terhormat ini sudah saatnya melakukan introspeksi diri dan pendalaman nilai moral 1998 yang hendak dipilih menjadi  garis perjuangan. Di masa pembentukannya dulu, sikap forum ini terhadap korupsi sangat jelas dan tegas, tetapi kini  tinggal bayangan titik kabur yang timbul tenggelam di tengah derasnya arus ombak.

Bungkamnya FR mengindikasikan keberadaan kampus sekarang berdiri diametral berseberangan dengan posisinya pada era reformasi, lebih memilih sebagai jongos kekuasaan dan uang. Bagi kampus saat ini, korupsi sudah menjadi mainan seperti bola tenis ditali karet, suatu ketika dipukul menjauh, tak lama kemudian balik arah ditarik mendekat.

Hari esok dan harapan selalu ada, energi kebebasan akademik tidak bisa dimatikan. Ketika para elit  sibuk menghamba politik, energi kebebasan akademik tidak lagi berada di pusat kekuasaan kampus tetapi terakumulai di pojokan (campus corner) dengan masa jenis yang sangat padat.  Kampus terbelah menjadi penguasa dan aktivis sesuai hukum alam, misalnya seorang guru besar dikeluarkan dari grup WA majelis hanya gara-gara mempertanyakan kepantasan pemberian gelar doktor HC.

Minggirnya kebebasan akademik mengakibatkan kampus kehilangan mekanisme koreksi diri sehingga para elit sangat mudah tergoda untuk mencengkeram kekuasan  semakin absolut. Tidak disadari bahwa kekuasaan yang dibangun secara anti demokrasi demikian tidak akan berlangsung lama, mungkin hanya seumuran Piala Dunia.

Kekuatan pojok kampus tidak bisa disepelekan karena dengan perkembangan teknologi komunikasi sekarang, dalam hitungan detik pokok-pojok tersebut sudah saling terhubung satu sama lain membentuk ring of academic freedom yang menghubungkan seluruh pojok kampus di Indonesia. Berdirinya Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) pada 2018 lalu, menunjukkan bahwa kampus tidak lagi bisa dipercaya sebagai penjaga norma akademik dan pilar demokrasi. Mengapa?

Kampus kita saat ini justru berkembang semakin tertutup, bahkan untuk perkara mendasar tentang integritas akademik yang menjadi perhatian publik. Pada kasus penanganan dugaan plagiat di kampusnya, seorang rektor bersilat lidah bak makelar kasus dengan memberikan keterangan singkat TIDAK TERBUKTI, sementara akses publik terhadap argumen dan data yang mendukung pernyataan tersebut ditutup rapat. Wajar bila masyarakat mencari figur lain  yang bisa dipercaya karena bila memang pelanggaran tersebut TIDAK TERBUKTI, mestinya pihak kampus justru akan bersifat sangat terbuka.

Untuk masalah yang terkait dengan pelanggaran integritas dan kebebasan akademik, kini masyarakat memiliki rujukan baru yang jauh lebih terbuka dan kredibel. Pada umurnya yang masih balita, KIKA telah berhasil menggelar siaran pers, menerbitkan monografi tentang kasus plagiat yang dilakukan oleh seorang rektor PTN.

Hampir setiap minggu adik kecil ini menyelenggarakan diskusi daring yang secara detail membahas berbagai isu tentang pelanggaran integritas akademik. Pengunjung kanal youtub nya makin berkembang karena masyarakat dapat mendapatkan data yang akurat dan analisis dari pakar mumpuni yang jauh dari bahasa birokrasi.  

Bila seseorang ingin belajar tentang hubungan antara Rektor, Plagiator, Doktor dan Koruptor, maka ia tidak akan memperoleh secuilpun informasi dari kampus. KIKA adalah tentang ilmu pengetahuan yang disembunyikan oleh kampus.

Blog Dosen Universitas Dian Nuswantoro